NskNews.com|Pekanbaru – Di zaman dahulu, seorang saudagar kaya hanya akan mempercayakan hewan ternak nya yang banyak dan barang-barang daganganya yang tidak terhitung kepada para pembantu dan pekerja yang dapat dipercaya dan dinilai dapat mengemban amanah pekerjaannya dengan baik, sementara disisi para pekerja karena mereka memandang dan menyakini bahwa barang-barang yang dititipkan kepada nya oleh sang tuan atau majikannya merupakan bukanlah pekerjaan yang berbentuk amanah semata, tetapi lebih dari itu, yaitu merupakan suatu kewajiban sehingga disana ada moralitas yang berjalan dan berperan aktif dalam jiwa untuk terus menjaga barang-barang tersebut dengan berbagai resiko.
Dan tentu saja, keterkaitan dengan kepercayaan itu jika kita arahkan ke sisi lain seorang pemimpin yang merupakan para pelayan untuk masyarakatnya, serta sebagai rendahan atau pekerja untuk masyarakatnya dan lebih dari itu ada kewajiban untuk seorang pemimpin terhadap masyarakat yang telah memilihnya serta moral yang ada dalam jiwa yang mesti aktif menyatakan dan menyadari diri sepenuhnya sebagai “pelayan”, karena salah satu perbedaan manusia dan hewan berada pada keberadaan moral kemudian berlanjut pada kesertaan eksis dan tidaknya moral tersebut dalam kehidupannya, jatuhnya pilihan masyarakat terhadapnya bukan dimaksudkan bahwa masyarakat lah yang menjadi pelayannya dan bukan pula dimaksudkan masyarakat lah yang harus memenuhi kebutuhannya, karena memang jika dilihat dari keadaan yang lain manusia hidup memang saling membutuhkan sepertinya halnya antara masyarakat dan pemimpinnya, salah seorang ulama besar yang begitu mashur yang bernama Syihab al-Din Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Abi Rabi’ yang hidup pada Dinasti Abbasiyah (833-842) yang biasa di kenal dengan Ibnu Abi Rabi’, menyampaikan bahwa ada tiga butir penting dalam proses manusia bersosialisasi:
- Kecenderungan manusia untuk berkumpul dan bermasyarakat merupakan watak yang diciptakan Allah pada diri manusia.
- Allah telah meletakkan peratuan-peraturan tentang hak dan kewajiban masing-masing anggota masyarakat sebagai pedoman yang harus dipatuhi, dan peraturan-peraturan itu tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an
- Allah telah mengangkat penguasa-penguasa yang bertugas menjaga berlakunya peraturan-peraturan dari Allah dengan mengatur masyarakat berdasarkan petunjuk Ilahi.
Lalu dimanakah urgensi pentingnya pemimpin mesti dipercaya oleh rakyat, dalam konteks ini penulis tidak hendak menuliskan berdasarkan aturan hukum positif yang berlaku di negara Indonesia tetapi lebih kepada menukilkan pendapat-pendapat para ulama yang telah dikenal kedalaman ilmu dan kejernihan serta kejauhan daya berfikirirnyan yang menakjubkan , Imam Al-Mawardi (370 H- 450 H), menyatakan bahwa calon kepala negara harus memiliki kwalifikasi sebagai berikut:
- Berlaku adil dengan segala persyaratannya
- Berilmu pengetahuan agar ia mampu berijtihat
- Sehat pendengaran dan penglihatan serta lisan
- Memiliki anggota tubuh yang sempurna
- Berwawasan luas, sehingga ia dapat menciptakan kebijakan bagi kepentingan rakyat dan mewujudkan kemaslahatan mereka
- Memiliki keberanian untuk melindungi rakyat dan menghadapi musuh
- Dan terakhir untuk menjadi seorang khalifah Imam Al-mawardi mengemukakan mesti dari suku Quraisy, yang terakhir ini didasarkan pada nash “ para pemimpin adalah dari kalangan suku Quraisy.” Dan hal ini telah diwujudkan secara ijma’ di Tsaqifah Bani Sa’idah waktu pemilihan Abu Bakar.
Sedangkan menurut Ibnu Kaldun (732 H/1332 M), menyatakan bahwa suatu kewajiban semua orang agar lembaga imamah ini harus berdiri dan setiap orang harus taat, dan adapun syarat-syarat menjadi imam (pemimpin negara) menurut Ibnu Khaldun adalah:
- Memiliki ilmu pengetahuan
- Keadilan
- Kesanggupan
- Dan sehat panca indra
Sebagai penutup penulis sampaikan. Pentingnya seorang pemimpin dalam suatu masyarakat tersebut, kebaikannya akan kembali juga kepada masyarakat setempat, oleh sebab itu para pelaku politisi, para tokoh agama, cendikiawan dan para masyarakat secara umum memang mesti sedari dini mungkin untuk melirik dan mempertimbangkan seorang laki-laki yang akan menjadi pemimpin untuk suatu negara berasarkan kriteria-kriteria yang telah dituliskan oleh para ulama, sejatinya masyarakat dewasa ini hanya mesti mengikuti rumusan yang telah dirumuskan oleh ulama yang mumpuni dibidangnya lalu melihat kepada kenyataan serta mensinkronkan dengan keadaan yang sesuai dengan konteks masa ataupun zaman tersebut dan serta melihat kepada diri seseorang yang akan dipilih tersebut .
Hal ini dilakukan jangan sampai iklan-iklan yang bertebaran di dunia nyata dan dunia maya menjadi satu-satunya hujjah dan alasan seseorang untuk menetapkan suatu pilihan yang menjadi kriteria untuk calon para pemimpin karena hal yang telah disebutkan diatas adalah upaya-upaya yang dapat di ikhtiarkan oleh manusia dalam rangka penjagaan agama dan penataan dunia dengan baik dan bertanggung jawab, karena diantara tujuan siayasah (politik) dalam Islam adalah Iqomatuddin (megakkan agama) dan mengatur dunia serta merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik kemaslahatan individu maupun masyarakat yang menyangkut seluruh aspek kepentingan manusia.
Dirilis oleh : Jufri Hardianto Zulfan, S.H., M.H.,
(Pemerhati Hukum dan Politik)
Editor : NskNews.com